Menikmati Pagi di Pasar Gede Solo: Lari Pagi, Jajanan Tradisional, dan Cerita Tanpa Rencana

Posting Komentar
Menikmati pagi di Pasar Gede yang ikonik di Solo dengan lari pagi, sarapan nasi liwet, keliling memutari pasar tradisional hingga berbelanja cemilan di semua sudut pasar adalah sebuah ritual yang tidak pernah kami lewatkan ketika berkunjung di sini. Ini adalah tulisan pertama untuk seri perjalanan saya dan suami dalam rangka jalan-jalan akhir tahun 2025 dari Bandung ke Kota Surakarta, Jawa Tengah. Pasar Gede sendiri merupakan salah satu pasar tradisional paling ikonik di Kota Solo yang sering menjadi tujuan wisata kuliner pagi hari.
 
 
Please bare with my post, because it wont be a short article. it will be a long ass online diary. 

Dari Bandung Ke Solo Naik Kereta Lodaya Kelas Ekonomi Premium

Sebenarnya kami sudah pernah ke Solo sekitar tahun lalu. Suasananya mirip dengan sekarang yaitu bertepatan dengan long weekend. Tapi dulu kami bawa mobil sendiri. Sekarang? kami memutuskan untuk menggunakan kereta api sebagai moda transportasi menuju Solo. 

Pertimbangan kami setidaknya ada tiga:
  1. Kami sudah sangat lama tidak naik kereta jarak jauh bersama-sama. Kalau tidak salah sekitar 3-4 tahun atau bahkan 5 tahun yang lalu.
  2. Suami sedang tidak mood nyetir dan banyak pekerjaan, jadi kalau naik kereta masih bisa buka laptop atau hp untuk handle pekerjaan.
  3. Ternyata harga tiket kereta murah ya! Setelah dikalkulasi, biaya tol dan bensin dengan mobil sendiri jauh lebih mahal. Harga tiket cuma Rp210.000/orang, yang artinya biaya pulang pergi tidak sampai 1juta. what a steal! Jadi kami langsung book tiket kereta beberapa minggu sebelum perjalanan ke Solo dimulai.

Jadwal kereta Lodaya dari Bandung ke Solo adalah pukul 06.30 pagi. Kami sudah sampai di Stasiun Bandung pukul 04.00 WIB menggunakan mobil, lalu sholat subuh di masjid stasiun dulu. Lalu suami bawa mobil kami dan parkir di kantornya sehingga kami tidak perlu membayar parkir menginap di stasiun. Biaya parkir stasiun akan cukup membengkak karena kami hampir seminggu di Solo, hehe. Suami saya balik lagi ke stasiun dengan ojol.
Mampir di Stasiun Cipendeuy untuk sarapan
Jajan di Stasiun Cipendeuy dan sedikit kerandoman di kereta.

Kereta Ekonomi Lodaya ternyata sangat bagus. Kursi dengan lapisan yang mengkilap dan leg room  yang cukup besar membuat saya nyaman selama perjalanan. Apalagi ada fitur menurunkan sandaran kursi yang membuat penumpang bisa tidur selama perjalanan tujuh jam menuju stasiun terakhir. Di tengah-tengah perjalanan, kami juga bisa bisa turun di Stasiun Cipendeuy untuk membeli sarapan seperti pecel, rujak, sampai cilok. 

Tiba di Solo: Stasiun Balapan dan Perjalanan ke Hotel

Kami sampai di Stasiun Solo Balapan pukul 14.10 WIB. Lalu order taksi online menuju hotel di semacam shelter (?) atau pusat antar jemput salah satu brand ternama taksol di Indonesia. Tidak berapa lama, kami sudah sampai di salah satu hotel di Jalan Slamet Riyadi dengan selamat dan langsung check in di hotel tersebut.
 
Awalnya kami mau cari salah satu cafe dekat hotel karena suami saya mau kerja (bro, its still weekend...). Tapii.. karena saya terkena common cold dan batuk-batuk, maka kami memutuskan untuk  langsung istirahat dulu saja di hotel. Kerja atau apapun itu bisa menunggu besok. Kami istirahat, makan, melihat city view dari jendela kamar, lalu tidur sampai keesokan pagi. 

Hari Senin sekitar pukul 05.30 WIB, kami keluar dari area hotel dengan salah satu “seragam” lari yang kami dapatkan dari beberapa race yang kami ikuti. Lalu lari pagi menuju Pasar Gede yang ikonik.

Lari pagi hari itu saya niatkan untuk recovery run setelah long run 12km di weekend sebelumnya. Saya kira akan mudah, ternyata batuk berdahak membuat saya kesulitan menarik nafas saat lari. Karena itu saya pakai metode lari 1km, jalan beberapa menit, lalu lanjut lari lagi. Begitu seterusnya sampai ke tujuan. Jarak antara hotel dengan Pasar Gede kurang lebih 4km, jadi cukup banget buat melemaskan otot kaki dan mungkin bisa membangkitkan imunitas tubuh saya untuk fight back batuk di badan. haha.
 
lari pagi dulu di Jalan Slamet Riyadi ke Pasar Gede
Lari pagi dulu di Jalan Slamet Riyadi ke Pasar Gede


NYAMAR JADI WARGA LOKAL DI PASAR GEDE

Kami sampai di Pasar Gede sekitar jam 6 lewat 10 menit. Geliat aktivitas sudah terlihat di banyak tempat, tapi cukup banyak lapak pedagang yang masih tutup. Kami lalu memutuskan untuk memutari area pasar saja untuk mengisi waktu. Toh kami juga tidak punya fixed schedule di liburan kali ini. Just go with the flow. Kalau mau jalan, jalan aja.. Kalau capek, tinggal pulang.

Di penyusuran kecil itu, kami menemukan penjual pisau yang mungkin akan saya beli untuk mengupas bawang dan bumbu dapur lain. Kami juga melihat penjual wingko yang memanggang produknya dengan arang. Pedagang bumbu pecel yang pernah kami beli dulu ternyata belum buka. Karena itu kami memutuskan untuk memutari area luar pasar yang ternyata isinya kebanyakan kios buah dan kios-kios yang masih tutup. 

Waktu masih pagi, cuaca adem, dan kami masih semangat jalan-jalan aimlessly. Kami lalu menyeberangi jalan dan masuk ke Pasar Gede yang mungkin lebih terkenal sebagai pasar buah di lantai 1 dan kuliner-kuliner legendaris dan hits di kalangan anak muda di lantai 2.
 
Pedagang siap-siap buat jualan
 Aktivitas pagi pedagang buah.
 
Tapi lagi-lagi, karena masih pagii... kami hanya menemukan pedagang buah yang sedang membereskan etalase sederhana mereka untuk berjualan di hari itu. Saat menapaki lantai 2 pun kami hanya mendapati ruang-ruang yang gelap dan masih kosong dari aktivitas jual beli. Kami lalu turun kembali ke lantai 1, membeli 1 kilogram jeruk medan. 

Saat itu jam tangan belum sepenuhnya menunjuk angka 7. Kami pun masih belum ingin keluar dari area pasar. Saat itu kami memutuskan untuk balik menyeberangi jalan yang tadi kami lalui dan masuk lagi ke bangunan utama Pasar Gede. Suasana pasar yang tadinya terkesan lengang sudah berubah menjadi lebih dinamis dan mulai hiruk pikuk dengan kunjungan para wisatawan. Ada yang berbelanja barang, tapi lebih banyak lagi yang mengeluarkan dompet untuk ditukar dengan kuliner khas Solo.  

 
Situasi Pasar Gede saat sudah mulai ramai
 Pasar Gede, Surakarta
  
Saya melihat salah satu lapak menjual tiwul, cenil dan kawan-kawannya, tentu saya langsung menarik suami untuk membelinya. Kebetulan saat itu belum ada pembeli yang sedang bertransaksi di sana. Dengan banyaknya pilihan varian olahan gluten free yang tersedia, maka memilih akan menjadi hal sulit. 
 
Kami lalu membeli paket komplit dengan harga 6ribu saja. Tentu isinya gak banyak banget ya, kayak cuma nyicip satu per satu makanan yang ada di sana. Tapi paket lengkap imut ini membantu banget buat yang belum familiar dengan makanan tradisional untuk memilih mana yang kamu suka dan mana yang nanti gak perlu dibeli lagi. Kami juga beli pecel dengan harga 6ribu, udah dikasih 1 gorengan pula. Murah ya...

Jajanan tradisional di Pasar Gede

 Kiri: Tiwul di Pasar Gede. Kanan: Nasi liwet di pasar buah lantai2. 

 
Setelah puas jalan-jalan di dalam pasar yang lebih ramai, kami kembali pulang menuju hotel. Sebelum itu, suami beli jadah bakar (ketan bakar) di depan pintu masuk Pasar Gede. Ternyata pedagangnya orang sunda yang udah lama tinggal di Solo. Dari ngobrol ngalor ngidul, abangnya ngasih rekomendasi buat makan nasi liwet yang cukup terkenal. Tebak lokasinya di mana? Di Pasar Gede sebelah alias pasar buah yang tadi masih gelapp... wkwkwk.

Ya udah deh, kita balik lagi ke gedung pasar buah, naik tangga ke lantai 2 buat nyari nasi liwet yang disampaikan sama abang ketan bakar. Eh ternyata udah buka dan ada beberapa orang yang lagi makan di meja yang tersedia. Alhamdulillah, kita langsung pesen nasi liwet dengan telur 1/2 dan ayam suwir dengan harga 13k/porsi dan es jeruk 1 saja untuk berdua. 

Nasi liwet datang tanpa menunggu lama dan rasa makanannya enak bangett. Memang cocok banget buat sarapan. Cocok buat kita yang udah lari pagi, muterin pasar, belanja buah, dan lain sebagainya.

Setelah kenyang, kami langsung balik ke hotel dengan jalan kaki lagi. Kami sampai hotel sekitar pukul 9 pagi. Alhamdulillah ya, kami senang banget pagi itu. Semua hal yang kita lakukan baik terencana (lari pagi) atau yang tidak terencana (bolak-balik pasar, beli buah, dll) benar-benar mengisi jiwa kami. 

Perjalanan sekitar 3,5 jam full jalan kaki ini juga membuat kami mengingat kembali bahwa bahagia tidak hanya dengan menjalani rencana, tetapi juga menikmati hal-hal tidak terencana.
“Sometimes the best moments are the ones you never planned”

 
Surakarta, 22 Desember 2025
Ncuss 
susie ncuss
a Devoted Wife who is addicted to Traveling, Halal Food, and Good Movies.
Contact
Email: emailnyancuss@gmail.com
Click http://bit.ly/travelndate to chat me via whatsapp
Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar